Strukturalisme

 
Sosiologi
Diagram Analisis Jejaring Sosial
Diagram Analisis Jejaring Sosial
Portal
Teori dan Sejarah

Positivisme · Antipositivisme
Fungsionalisme · Teori konflik
Strukturalisme · Interaksi simbolik · Jarak menengah · Matematis
Teori kritis · Sosialisasi
Struktur dan agen

Metode penelitian

Kuantitatif · Kualitatif
Komputasional · Etnografi

Topik dan Cabang

agama · budaya · demografi
ekonomi · hukum · ilmu · industri
internet · jejaring sosial · jenis kelamin
kejahatan · kelas · keluarga
kesehatan · kota · lingkungan
pendidikan · pengetahuan · penyimpangan
psikologi sosial · medis
mobilitas · politik · ras & etnisitas
rasionalisasi · sekularisasi · stratifikasi

  Kategori dan daftar 

Jurnal · Penerbitan · Garis besar
Daftar sosiolog · Indeks

  • l
  • b
  • s

Dalam sosiologi, antropologi, arkeologi, sejarah, filsafat, dan linguistik, strukturalisme adalah teori umum mengenai budaya dan metodologi yang menyiratkan bahwa unsur-unsur budaya manusia harus dipahami melalui hubungannya dengan sistem yang lebih luas. Ia bekerja untuk mengungkap struktur yang mendasari semua hal yang manusia lakukan, pikirkan, rasakan, dan merasa. Atau, seperti yang dirangkum oleh filsuf Simon Blackburn, strukturalisme adalah "keyakinan bahwa fenomena kehidupan manusia yang tidak dimengerti kecuali melalui keterkaitan mereka. Hubungan ini merupakan struktur, dan belakang variasi lokal dalam fenomena yang muncul di permukaan ada hukum konstan dari budaya abstrak".[1]

Strukturalisme di Eropa dikembangkan di awal tahun 1900-an, di bidang linguistik struktural dari Ferdinand de Saussure berikutnya Praha,[2] sekolah Moskow[2] dan Copenhagen linguistik. Pada akhir 1950-an dan awal 60-an, ketika linguistik struktural menghadapi tantangan serius dari orang-orang seperti Noam Chomsky dan dengan demikian memudar di pentingnya, array sarjana di humaniora meminjam konsep Saussure untuk digunakan dalam bidang masing-masing studi. Antropolog Prancis Claude Levi-Strauss dikatakan sebagai ilmuwan pertama, memicu minat yang luas dalam hal Strukturalisme.[1]

Model strukturalis penalaran telah diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk antropologi, sosiologi, psikologi, kritik sastra, ekonomi dan arsitektur. Pemikir yang paling menonjol terkait dengan strukturalisme termasuk Levi-Strauss, ahli linguistik Roman Jakobson, dan psikoanalis Jacques Lacan. Sebagai gerakan intelektual, strukturalisme awalnya dianggap menjadi pewaris eksistensialisme. Namun, pada 1960-an, banyak dari prinsip dasar strukturalisme diserang dari gelombang baru intelektual terutama dari Prancis seperti filsuf dan sejarawan Michel Foucault, filsuf dan komentator sosial Jacques Derrida, filsuf Marxis Louis Althusser, dan kritikus sastra Roland Barthes.[2] Meskipun unsur pekerjaan mereka selalu berhubungan dengan strukturalisme dan diinformasikan oleh itu, teori ini umumnya disebut sebagai post-strukturalis. Pada 1970-an, strukturalisme dikritik karena kekakuan dan ahistorisme. Meskipun demikian, banyak pendukung strukturalisme, seperti Lacan, terus menegaskan pengaruh pada filsafat kontinental dan banyak asumsi dasar dari beberapa kritikus strukturalis bahwa pasca-strukturalis adalah kelanjutan dari strukturalisme.[3]

Tujuan

Tujuan Strukturalisme adalah mencari struktur terdalam dari realitas yang tampak kacau dan beraneka ragam di permukaan secara ilmiah (obyektif, ketat dan berjarak).[4] Ciri-ciri itu dapat dilihat strukturnya:

  • Bahwa yang tidak beraturan hanya di permukaan, namun sesungguhnya di balik itu terdapat sebuah mekanisme generatif yang kurang lebih konstan.[4]
  • Mekanisme itu selain bersifat konstan, juga terpola dan terorganisasi, terdapat blok-blok unsur yang dikombinasikan dan dipakai untuk menjelaskan yang di permukaan.[4]
  • Para peneliti menganggap obyektif, yaitu bisa menjaga jarak terhadap yang sebenarnya dalam penelitian mereka.[4]
  • Pendekatan dengan memakai sifat bahasa, yaitu mengidentifikasi unsur-unsur yang bersesuaian untuk menyampaikan pesan.[4] Seperti bahasa yang selalu terdapat unsur-unsur mikro untuk menandainya, salah satunya adalah bunyi atau cara pengucapan.[4][5]
  • Strukturalisme dianggap melampaui humanisme, karena cenderung mengurangi, mengabaikan bahkan menegasi peran subjek.[4]

Masa Strukturalisme

Tahun 1966 digambarkan oleh Francois Dosse dalam bukunya Histoire du Structuralisme sebagai tahun memancarnya strukturalisme di Eropa, khususnya di Prancis.[5][6] Perkembangan strukturalisme pada tahun 1967-1978 digambarkan sebagai masa penyebaran gagasan strukturalisme dan penerangan tentang konsep strukturalisme serta perannya dalam ilmu pengetahuan.[6]

Ciri-ciri Strukturalisme

Struktur Diamond, Keteraturan yang indah

Ciri-ciri strukturalisme adalah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual objek melalui penyelidikan, penyingkapan tabiat, sifat-sifat yang terkait dengan suatu hal melalui pendidikan.[7] Ciri-ciri itu bisa dilihat dari beberapa hal; hierarki, komponen atau unsur-unsur, terdapat metode, model teoritis yang jelas dan distingsi yang jelas.[7]

Para ahli strukturalisme menentang eksistensialisme dan fenomenologi yang mereka anggap terlalu individualistis dan kurang ilmiah.[4] Salah satu yang terkenal adalah pandangan Maurice Merleau-Ponty yang menentang fenomenologi dan eksistensialisme tubuh manusia.[5] Merleau-Ponty menekankan bahwa hal yang fundamental dalam identitas manusia adalah bahwa kita adalah objek-objek fisik yang masing-masing memiliki kedudukan yang berbeda-beda dan unik dalam ruang dan waktu.[5]

Tokoh-tokoh dan sumbangan bidang strukturalisme

Sebagai penemu struktur bahasa, Saussure berargumen dengan melawan para sejarawan yang menang dalam pendekatan filologi.[8] Dia mengajukan pendekatan ilmiah, yang didekati dari sistem terdiri dari elemen dan peraturannya dalam pembuatannya yang bertujuan menolong komunikasi dalam masyarakat.[8] Dipengaruhi oleh Emile Durkheim dalam sebuah social fact, yang berdasar pada objektivitas di mana psikologi dan tatanan sosial dipertimbangkan.[8] Saussure memandang bahasa sebagai gudang (lumbung) dari tanda-tanda diskusif yand dibagikan oleh sebuah komunitas.[8] Bahasa bagi Saussure adalah modal interpretasi utama dunia, dan menuntut suatu ilmu yang disebut semiologi.[7]

Metode Strauss adalah anthropologi dan linguistik secara serempak.[7] Unsur-unsur yang digelutinya adalah mengenai mitos, adat-istiadat, dan masyarakatnya sendiri.[7] Dalam proses analisisnya, manusia kemudian dipandang sebagai suatu porsi dari struktur, yang tidak dikonstitusikan oleh analisis itu, melainkan dilarutkan dengan analisis.[7] Perubahan penekanan dari manusia ke struktur merupakan ciri umum pemikiran strukturalis.[7]

Jacques Lacan (Freudian) dalam psikologi menggambarkan pekerjaan Saussure dan Levi-Strauss untuk menekankan pendapat Sigmund Freud dengan bahasa dan argumen sebagai sebuah tatanan kode, bahasa dapat mengungkapkan ketidaksadaran orang itu.[8] Hal ini menjadi masalah, bahwa bahasa selalu bergerak dan dinamis, termasuk metafora, metonomi, kondensasi serta pergeserannya.[8] Jean Piaget sendiri menggambarkan strukturalismenya sebagai sebuah struktur yang terpadu, yaitu yang unsur-unsurnya adalah anggota dari sistem di luar struktur itu sendiri.[6] Sistem itu ditangkap melalui kognisi anggota masyarakat sebagai kesadaran kolektif.[6]

  • Frege, Hillbert dalam meta-logika meta-matematika.[7]
  • Roland Berthes menerapkan analis strukturalis pada kritik sastra dengan menganggap berbagai macam ekspresi atau analisis bahasa sebagai bahasa yang berbeda-beda.[7] Tugas kritik sastra adalah terjemahan, yaitu mengekspresikan sistem formal yang telah dibentangkan penulisnya dengan suatu bahasa.[7] Hal ini terkait dengan kondisi zamannya.[7]
  • Michel Foucault dalam filsafat.

Strukturalisme modern atau poststrukturalisme dalam bidang filsafat adalah dengan mendekati subjektivitas dari generasi dalam berbagai wacana epistemik dari tiruan maupun pengungkapannya.[8] Sebagaimana peran isntitusional dari pengetahuan dan kekausaan dalam produksi dan pelestarian disiplin tertentu dalam lingkungan dan ranah sosial juga berlaku pendekatan itu.[8] Dalam disiplin ini, Focault menyarankan, di dalam perubahan teori dan praktik dari kegilaan, kriminalitas, hukuman, seksualitas, kumpulan catatan itu dapat menormalisasi setiap individu dalam pengertian mereka.[8]

Strukturalisme terkait kekristenan dalam atemporal sturkturalisme sebenarnya cocok dengan penekanan eternalistik kekristenan.[7]

Referensi

  1. ^ a b Blackburn, Simon (2008). Oxford Dictionary of Philosophy, second edition revised. Oxford: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-954143-0
  2. ^ a b c Deleuze, Gilles. 2002. "How Do We Recognise Structuralism?" In Desert Islands and Other Texts 1953-1974. Trans. David Lapoujade. Ed. Michael Taormina. Semiotext(e) Foreign Agents ser. Los Angeles and New York: Semiotext(e), 2004. 170–192. ISBN 1-58435-018-0: p. 170.
  3. ^ John Sturrock (1979), Structuralism and since: from Lévi Strauss to Derrida, Introduction.
  4. ^ a b c d e f g h (Indonesia)Mudji Sutrisno & Hendar Putranto., Teori-teori Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, 2005
  5. ^ a b c d (Indonesia) Bryan Magee., The Story of Philosophy, Yogyakarta: Kanisius, 2008
  6. ^ a b c d (Indonesia) Jean Piaget., Strukturalisme - Terjemahan oleh Hermoyo, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Bagus
  8. ^ a b c d e f g h i Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Audi

Bibliografi

  • Course in General Linguistics, Ferdinand de Saussure
  • Essais de linguistique générale, Roman Jakobson
  • The Elementary Structures of Kinship, Claude Lévi-Strauss
  • Structural Anthropology, Claude Lévi-Strauss
  • Mythologiques, Claude Lévi-Strauss
  • The Seminars of Jacques Lacan, Jacques Lacan
  • Reading Capital, Louis Althusser
  • S/Z, Roland Barthes
  • The order of things, Michel Foucault
  • À quoi reconnaît-on le structuralisme?, Gilles Deleuze (in: Histoire de la philosophie, Idées, Doctrines. Vol. 8: Le XXe siècle, Hachette, Paris 1973, pp. 299–335; edited by François Châtelet)
  • Claude Levi-Strauss: The Father of Modern Anthropology, Patrick Wilcken

Bacaan lanjutan

  • Angermuller, J. (2015): Why There Is No Poststructuralism in France. The Making of an Intellectual Generation. London: Bloomsbury.
  • Élisabeth Roudinesco, Philosophy in Turbulent Times: Canguilhem, Sartre, Foucault, Althusser, Deleuze, Derrida, Columbia University Press, New York, 2008.
Pengawasan otoritas Sunting ini di Wikidata
Umum
  • Integrated Authority File (Jerman)
Perpustakaan nasional
  • Prancis (data)
  • Amerika Serikat
  • Jepang
  • Republik Ceko
Lain-lain
  • Microsoft Academic
    • 2